Sekelumit Permasalahan Teater Kampus

       Ekspresi Jiwa Merupakan Luapan setiap Insan Seni Teater. Hal itu tidak terlepas dari keberadaan Teater Kampus atau Teater Non-kampus (indipenden). Lalu kemanakah kini keberadaan teater kampus yang pernah membuming beberapa tahun kebelakang di Bandung . Hal tersebut dibedah paska pementasan “Kisah Cinta dll” di galeri Teater Awal UIN SGD Bandung, disamping evaluasi dari pementasan. Hadir juga disana kang Yosep dari “Teater Laskar Panggung” dan beberapa orang dari “Teater Tema” serta berbagai insan yang memang peduli terhadap perkembangan teater di tanah air.

          Permasalahanya memang sangat komplek. Mulai dari sulitnya mencari sponsor untuk sebuah garapan sampai masih adanya anggapan kurang keprofesionalan teater kampus itu sendiri. Padahal lepas dari itu semua, seharunya tidak ada dikotomi dan pengkotakan tentang keberadaan teater kampus atau non-kampus. Karena pada dasarnya semua komunitas teater sama yakni untuk berproses. Hanya saja permasalahnya mungkin terletak pada pandangan teater kampus masih selalu dibenturkan dengan kegiatan kuliah dan jadwal latihan. Berbeda dengan komunitas teater non-kampus (independen) yang dinilai lebih terfokus untuk waktu sebuah garapan.

         Keberadaan teater kampus bagaikan tidak tersorot perhatian. Kemunculannya kadang dikucilkan, hal itu pula yang sulit untuk dihilangkan dari pandangan sebagian masyarakat kita. Maka kadang tidak heran jika hal ini membuat sulit komunitas tearter kampus di Indonesia untuk muncul. Kondisi seperti ini disadari oleh Teater Awal, namun tidak menjadikan mereka patah arah. Proses adalah bagian yang tetap harus dijalani meskipun hal itu sangat sulit untuk dilakukan. Kini pamor teater kampus diambang kepunahan, begitu kiranya yang di ungkapkan Yosep Laskar Panggung.

        Menyikapi hal tersebut, maka perlu adanya suatu pemulihan terhadap kondisi seperti ini. Jangan sampai teater kampus dianggap jago kandang, yang hanya bisa main di rumahnya sendiri. Bahkan jangan sampai pamornya menjadi mundur. Jika Teater Awal seperti diatas tadi saja mampu untuk terus berproses di tengah kuatnya himpitan dunia globalisasi, mengapa bagi komunitas teater lain tidak menjadi sebuah motifasi untuk tetap eksis dan berproses.

Persaingan Panggung Teater

        Mungkin disadari atau tidak, persaingan di dunia teater itupun terjadi. Dunia panggung kadang dijadikan eksploitasi untuk sekedar mencari keuntungan belaka bagi sebagian pihak tertentu. Misalnya bagi sponsor yang bersedia untuk memblow-up seluruh kebutuhan produksi pementasan. Namun hal ini tentunya harus menjadi sebuah timbal balik bagi pihak tersebut. Otomatis bagi komunitas teater seperti ini tidak akan mengalami kesulitan biaya produksi dan pementasan pun bisa berjalan dengan lancar. Namun bagai mana dengan nasib komunitas teater kampus yang tidak bisa mendapatkan sponsor untuk pementasannya.

         Kesulitan seperti mendapatkan sponsor untuk sebuah pementasan bagi teater kampus merupakan salah satu yang menjadi sebab sulitnya untuk muncul kepermukaan. Hal ini tentunya akan mematikan semangat berproses secara perlahan-lahan. Bagi sebagian komunitas hal ini tentunya akan diminimalisir dengan merogok dari saku pribadi. Namun perlahan-lahan solusi seperti inipun akan mengalami kemandetan.

           Tetapi kesulitan untuk memperoleh penyelesaian biaya produksi sebuah pementasan jangan dijadikan sebagai alasan untuk matinya sebuah kreatifitas. Meskipun mengalami kemandetan diwilayah ini tetapi kreatifitas harus tetap berjalan. Jika kemunduran sebuah pementasan karena tidak mendapatkan solusi untuk sebuah produksi pementasan, maka hal inipun sangat naïf juga. Sebagai jawaban, pementasan Tetaer Awal pun masih selalu merogok koceknya sendiri untuk sebuah pementas, bahkan untuk pementasan keliling.

Kumpulan Naskah Drama

  1. Kumpulan Naskah Drama Legenda
  2. Kumpulan Naskah Drama Pelajar/Remaja
  3. Kumpulan Naskah Drama Anak-anak
  4. Kumpulan Naskah Drama Teater
  5. Kumpulan Naskah Monolog
  6. Kumpulan Naskah Drama Bahasa Inggris
  7. Kumpulan Naskah Drama Komedi
  8. Naskah Drama Cinta
  9. Naskah Drama Persahabatan
  10. Naskah Drama Bahasa Sunda

Naskah Drama Bahasa Sunda

Naskah Drama Bahasa Sunda Cari Disini

Untuk Mencari Naskah Drama Bahasa Sunda Klik Disini

Naskah Drama Persahabatan ( Perpecahan 3 Sahabat )

Para Pemain Naskah Drama persahabatan : Perpecahan 3 Sahabat

Aulia
Gadis berumur 14 tahun, berjibab, kecil, baik hati, sabar, jujur dan suka menolong.
Andin
Gadis berumur 14 tahun, berjilbab, baik hati, tidak Pilih-pilih, mudah percaya, dan suka merendahkan.
Audy
Gadis berumur 14 tahun, berjibab, baik hati, tidah pilih-pilih, dan mudah percaya kepada orang lain.
Aldi
Laki-laki berumur 14 tahun, gemuk, rambut keriting, suka Memfitnah, iri hati, suka merendahkan orang lain.

Naskah Drama Komedi

NASKAH DRAMA KOMEDI LUCU

1. Orang Kasar Karya Anton Chekov
2. Pagi Bening Karya Serafin dan Joaquin Alvarez Quintero Terjemahan Sapardi Joko Damono
3. Piramus dan Tisbi Karya W. Shakespeare Diterjemahkan oleh Suyatna Anirun
4. Pinangan Karya Anton Chekov
5. Wek - Wek Karya Teater Anonimus
6. Jeng Menul

Naskah Drama Cinta

NASKAH DRAMA CINTA TERPOPULER

Sumber On: http://www.lokerseni.web.id

Naskah Drama Bahasa Inggris

NASKAH DRAMA LEGENDA
NASKAH DRAMA SASTRAWAN DUNIA
Sumber : http://www.lokerseni.web.id

Naskah Drama Anak Anak (Serigala Sakit Gigi )

Serigala Sakit Gigi Sinopsis

Pada suatu saat, Serigala yang terkenal jahat itu menderita sakit gigi. Telah banyak obat yang ia makan namun tak dapat menyembuhkannya. Hingga suatu hari ia bermimpi ditemui oleh seorang nenek sihir yang memberitaukan bahwa jika makan daging tupai maka ia akan sembuh. Dan diculiklah sang Tupai.
Namun Kancil dan teman-temannya tak membiarkan Serigala itu memakan sahabat mereka. Sekuat tenaga, mereka mencari jalan untuk menolong Sang Tupai tersebut. Dan mulailah petualangan yang seru ini.

Download Naskah Ini Klik Disini

Sumber on: http://www.lokerseni.web.id

Naskah Drama Monolog

Naskah Monolog Alfabet : A
Naskah Monolog Alfabet : B
Naskah Monolog Alfabet : D
Naskah Monolog Alfabet : E
Naskah Monolog Alfabet : G
Naskah Monolog Alfabet : H
Naskah Monolog Alfabet : I
Naskah Monolog Alfabet : K
Naskah Monolog Alfabet : L
Naskah Monolog Alfabet : M
Naskah Monolog Alfabet : N
Alfabet : P
Naskah Monolog Alfabet : S
Naskah Monolog Alfabet : T
Naskah Monolog Alfabet : W

Naskah Drama Legenda

  1. Naskah Drama Legenda Batu Menangis atau Karma
  2. Naskah Drama Legenda Kyai Burumbung
  3. Naskah Drama Legenda Sangkuriang
  4. Naskah Drama Legenda Malin Kundang
  5. Naskah Drama Legenda Bawang Merah dan Bawang Putih
  6. Naskah Drama Legenda Timun Mas

Naskah Drama Teater Populer

Naskah Drama Teater No Alfabet
Naskah Drama Teater Alfabet : A
Naskah Drama Teater Alfabet : B
Naskah Drama Teater Alfabet : C
Naskah Drama Teater Alfabet : D
Naskah Drama Teater Alfabet : E
Naskah Drama Teater Alfabet : F
Naskah Drama Teater Alfabet : G
Naskah Drama Teater Alfabet : H
Naskah Drama Teater Alfabet : I
Naskah Drama Teater Alfabet : J
Naskah Drama Teater Alfabet : K
Naskah Drama Teater Alfabet : L
Naskah Drama Teater Alfabet : M
Naskah Drama Teater Alfabet : N
Naskah Drama Teater Alfabet : O
Naskah Drama Teater Alfabet : P
Naskah Drama Teater Alfabet : Q
Naskah Drama Teater Alfabet : R
Naskah Drama Teater Alfabet : S
Naskah Drama Teater Alfabet : T
Naskah Drama Teater Alfabet : U
Naskah Drama Teater Alfabet : W
Naskah Drama Teater Alfabet : Z

Kumpulan Naskah Drama Pelajar

Alfabet A:
Albabef B :
Alfabet C :
Alfabet F :
Alfabet H :
Alfabet I :
Alfabet J :
Alfabet K :
Alfabet L :
Alfabet M :
Alfabet N :
Alfabet P :
Alfabet R :
Alfabet S :
Alfabet T :
Alfabet W :

Sumber: http://www.lokerseni.web.id/

Metamorfosa Naskah.....

Barbara - Dog

lagu ini mengisahkan tentang kisah cinta yang dikemas dalam musik kontemporer.

di setiap garapan naskah utuh, kami mencoba membuat satu buah lagu soundtrack yang sesuai dengan naskah. kemudian pada prosesnya, kami menyajikannya dalam konsep musik kontemporer. dan lagu inilah yang menjadi soundtrack dari naskah "kisah cinta dan lain-lain" karya
arifin c noer.

-selamat menikmati-

-----------

this song tells about love story which form in contemporary music.

in every play process, we try to make a play's soundtrack that based on play. thus, in progress, we perform it in contemporary music concept. and this is our soundtrack from "kisah cinta dan lain-lain" by arifin c noer.

-enjoy-


FB : Group Musik Barbara,

Satru, Luka Kultural, dan Realitas Politik


Oleh. Pungkit Wijaya*

Teu sudi teuing kudu sarua jeung baju si Suminta!
(Karyana)

          Dua orang lelaki berhadapan, saling menikam dalam pandangan matanya. Dadanya dibusungkan. Kerut muka kedua lelaki itu seperti membawa dendam yang tersimpan. Tubuh, muka, dan matanya seperti membawa bahan-bahan empiris ke dalam dunia imajiner (panggung) . Karyana ( Acep Bolo), Suminta (Eki Abeng) langsung membuka adegan dengan bahasa tubuh yang mengisyaratkan permusuhan, lalu mereka mengisi panggung kiri dan kanan. Saling berkata dan mencaci, memecah ruangan. Mengumbar sumpah serapah, terlihat sekali kebencian ditabur. Seluruh penonton tercenung.
Kata-kata serapah dilontarkan tokoh Karyana (Bolo) dalam pembuka dialog pertunjukan Satru. Kata-kata serapah itu menjadi titik tolak, bagaimana kebencian menjadi penting dalam permusuhan dengan seteru, apalagi dalam realitas politik. Karyana (Bolo) sebagai seteru Suminta (Eki), maka tak pelaknya mereka berdua saling membalas serapah itu. Dengan saling melontarkan kata-kata kebencian atau sinisme menjadi penting dalam membangun konflik suatu cerita, dua tokoh itu yang berebut kekuasaan Kuwu (Desa) dalam naskah drama Satru karya Nazarudian Azhar.
            Kendati demikian, Satru menjadi salah satu pilihan naskah dari Festival Drama Basa Sunda (FDBS-12) Teater Sunda Kiwari, FDBS 12 itu pun telah berlangsung pada tanggal 12 Maret-5 April di GK Rumentang Siang. Naskah tersebut pula yang dipinang Teater Awal UIN Bandung untuk dipentaskan. Tersebutlah pada tanggal 13 Maret Teater Awal mementaskannya, sebagai salah satu teater kampus yang sudah melanglang buana di jagat pementasan itu, Teater Awal mementaskannya kembali di Audotorium UIN SGD Bandung tanggal 27-28 Maret, di Sutradarai Dani Jauharudin dan segenap awak Teater Awal.
            Panggung tidak seperti pementasan di galeri atau panggung teater. Konsep natural dipilih para punggawa artistik dari Teater Awal. Panggung menjadi sederhana. Pemain, penonton berada dalam satu jajar, tidak ada stage yang dikhususkan. Hanya podium dibelakang tempat para pemusik. Kain-kain hitam melengkup aula, dan permainan lampu menyorot kedua tokoh tersebut kata-kata meluncur dari kedua mulut Karyana (Bolo) dan Suminta (Eki) sebagai pembelahan peristiwa dalam beberapa adegan (satu panggung).
Misalnya, salah satu istri Karyana (Bolo) yakni  Darsih ( Yanti ‘Ateu’) yang terus menjadi tokoh pelengkap dalam percakapan. Seperti membayangkan dua peristiwa, dari rumah berbeda, realitas keluarga saheng,. Ditambah beberapa tokoh yang keluar masuk panggung seperti halnya Sodik (Dado), Kodar (Martin) sebagai tim sukses, Kodar (Martin) menjadi juru kampanye dan pemimpin Laskar Suminta, sementara Sodik (Dado) menjadi juru kampanye Karyana.
Para penonton menikmati pementasan tersebut. Dengan suguhan aktor yang memikat. Bahasa realise dan suspense menjadi ciri dari dialog para aktor dan seluruh adegan dalam Satru. Sementara suara-suara satire sesekali membuat penonton tertawa terbahak-bahak. Suara-suara sindir itu mengajak penonton untuk memungut rentetan alur cerita, desa (keluarga) seteru dengan beberapa peristiwa yang dirangkum dalam satu panggung. 

Luka Kultral dan Realitas Politik

Di tambah dengan realitas keluarga saheng. Dialog-dialognya bernas. Sementara ada ingatan yang melandasi seteru itu. Luka kultural terus tertanam dalam dua keluarga yang sempat menjadi lawan politik, Luka kultural itu sungguh sulit disembuhkan. Karyana adalah keturunan mantan Kuwu Sahri dan Suminta anak dari calon Kuwu Darta. Akhirnya luka itu terus menganga, dan saling membenci. Percepacahan dan mosi tidak percaya antara satu sama lain (calon kuwu dan mantan kuwu). Tentu saja, yang menjadi generasi penerus Karyana dan Suminta digambarkan berbeda partai. Sebagai kedua calon kuwu, mereka merasa dirinya paling baik dan akan memajukan desa. Dengan lonataran visi dan misi.
Begitu pula terkena implikasinya yakni Rahmat (Rizal) dan Dini (Irma), dua tokoh anak muda yang sedang menjalin asmara. Bila dikata sedang pageugeut-geugeutna. Rahmat (Rizal), anak lelaki dari Raden Suminta dan Dini (Irma) dari Drs Karyana. Di tengah cerita tokoh Rahmat (Rizal) dan Dini (Irma) yang dibesarkan oleh keluarga itu saling mengenal dan akhirnya bertaut kasih.

Rahmat: Iraha rek alakurna nya?
Dini     : Nya engek we mun urang nikah, kang…
Rahmat: Lila keneh atuh, pan iteungna ge kuliah keneh dua taun deui…
Dini     : Katambah deui ayeuna rek pemilu kuwu. Beuki angot. Itu ieu nganggap satru. Lieur Iteung mah…
Rahmat : Sarua, akang ge lieur, Nyi…

Seperti dalam dialognya, Rahmat (Rizal) dan Dini (Irma) menjadi penentu atau antiklimaks dalam cerita. Sementara, dalam kampanye tersebut dangdut menjadi pilihan, pada semesta saheng. Tokoh Imas Vibrator, sebagai penyanyi dangdut, membuat heboh, kedua belah pihak yang akan mencalonkan kuwu, tokoh imajinatif Imas Vibrator pun dihadirkan dalam panggung.
Kesalahan bahasa dalam dialog menjadi penting. Walhasil, pemahaman Imas Vibrator menjadi kabur. Suminta (Eki) memahami Imas Vibrator itu sebagai alat Kontrasepsi dan Karyana (Bolo) sebagai penyanyi dangdut. Dan penambahan konflik, ketidaksetujuan terhadap penyanyi dangdut. Acara dangdut tersebut mengejutkan, pada akhirnya membuat seteru itu menjadi bersatu di akhir pertunjukan yang sengaja dihadirkan Rahmat (Rizal Miun) dan Dini (Irma) sebagai akal bulus mereka agar dua seteru itu berdamai.
Sebelumnya, panggung menjadi terbelah, sisi lain penonton harus melihat ke depan (panggung utama) sisi lain, realitas dangdut dihadirkan para penata pemusik yang dikomadoi (Davi Duyek) dan semua penonton melihat pementasan dangdut itu, tokoh MC (Fahmi Ayams) yang kemayu, menjadi pelengkap suara satire itu. Imas Vibrator pun tiba, bergoyang. Byuurrr! Tariiik! Sambil bergoyang diselingi dengan adegan seteru, itulah keunikan pertunjukan satru di auditorium UIN. Penonton seperti masyarakat yang sebenarnya, ikut dipaksa melihat realitas politik (seteru) dan dangdut.
Menarik jika dicermati, suara satire itu sebenarnya menggambarkan realitas sosial-politik dalam pemilihan kuwu (lurah). Realitas politik (pertujukan) yang memberi pesan dan makna terdalam, meski bahasanya sindir, kepada masyarakat (khususnya kampus) tergambar oleh beberapa awak team sukses, bahwa masyarakat dituntut cerdas, tidak hanya menginginkan politik uang (money politik) apalagi para politikus atau pejabat bagaimana sikap sebaiknya mendidik masyarakat.
Begitulah seni, gambaran atau replika meminjam Aristoteles dari semesta. Dari seni khsusnya teater (pertunjukan) bisa digambarkan dan diramalkan tentang persoalan kemanusiaan. Dengan itu dunia “kemungkinan” yang akan menyumbangkan pada perubahan sosial. Sebab jikalau kita membayangkan dunia yang masih mungkin (possible world) dan akan tergerak bagaimana membaharui dunia yang sedang terjadi (realitas). Jadi selayaknya dunia pertunjukan itu memberi gambaran, citraan, bentuk masyarakat mana yang dapat disusun yang sementara ini dianggap sebagai dunia imajiner.

*Penikmat Pertunjukan Teater, Anggota Teater Awal XXII Mahasiswa Kosentrasi Sastra di Fakultas Adab dan Humaniora UIN SDG Bandung.              

Resensi Naskah Satru : Manusia Sunda

Cingciripit tulang bajing kacapit
Kacapit kubulu paré, bulu paré seuseukeutna
(Tongtolang Nangka)

Satru - Gk. Rumentang Siang

          BARANGKALI sejak mula peradaban, dosa seperti beban yang enggan enyah dalam diri manusia, dosa itu diturunkan. Menjadi beban, setiap jengkal tubuh manusia seperti telah diguratkan dosa. Nampaknya sulit untuk melupakan dosa. Apalagi dosa turunan; dari mulai nenek-kakek, embah, eyang, sampai tujuh turunan, katanya, dengan bersumpah. Sepertinya laknat jika harus berteman atau berdamai dengan seteru. Pada mulanya adalah perbedaan, kepentingan dan arogansi yang bertelur, beranak pinak dan lebih parah menjadi tradisi bagi kita, manusia. Apakah manusia dicipta dari dosa, hasil perseteruan?

          Satru karya Nazarudin Azhar (Nunaz)realitas politik, cinta, menjadi bernas, di samping dialog yang sederhana (realis) namun satire, penuh guyonan, terkait latar, realitas politik dalam lingkar sederhana (desa), meskipun dibingkai dalam tambahan alur, pemilihan kuwu dan beberapa penggalan adegan. Mungkin saja ini sebenarnya menegaskan, identitas manusia Sunda.

          Kendati demikian, Satru menjadi salah satu pilihan naskah dari Festival Drama Basa Sunda (FDBS-12) Teater Sunda Kiwari, FDBS 12 itu pun telah berlangsung pada tanggal 12 Maret-5 April di GK Rumentang Siang. Naskah tersebut pula yang dipinang Teater Awal UIN Bandung untuk dipentaskan. Tersebutlah pada tanggal 13 Maret Teater Awal mementaskannya, sebagai salah satu teater kampus yang sudah melanglang buana di jagat pementasan itu, Awal ingin kembali mempertahankan gelar yang sempat diraihnya ketika Festival dua tahun lalu. Setelah itu, sebagai juara bertahan, Teater Awal akan mementaskannya kembali di Audotorium UIN SGD Bandung, pada tanggal 27-28 Maret, di Sutradarai Dani Jauharudin dan segenap awak Teater Awal.

Politik- Satire

          Maka, setelah membaca itu, mari kita lihat apa itu Satru? Dalam kamus Sunda-Indonesia R. Satjadibrata (Kiblat: 2011) ialah musuh atau seteru; bisa nyatru; memusuhi; jagasatru nama pegawai zaman dahulu. Dari kata satru itu, menurut saya akan menjelaskan apa yang ada dalam naskah drama yang ketika dipentaskan akan menjadi teks baru, teks dari realitas yang dialihkan ke dalam panggung pementasan melalui narasi dan penggambaran tokoh, dialog, latar dan setting.

 Satru - Aula UIN Sunan Gunung Djati Bandung

          Satru karya Nunaz (Nunu Nazaruddin) tersebut, seperti bercermin pada kehidupan sosial, politik masyarakat Sunda atau bisa jadi terhadap diri kita sendiri. Siapa satru? Bisa saja dia orang terdekat dalam komunitas kita, komunitas sosial kita.

          Narasi pementasan tersebut membicarakan persoalan; politik, cinta dan desa, penggalan peristiwa yang disatukan dalam beberapa adegan. Bahasa realise- satire, penuh guyonan, terkait latar, realitas politik pemilihan Kuwu. Di antaranya tokoh Suminta dan Karyana menjadi lawan atau seteru, Karyana adalah keturunan mantan Kuwu Sahri dan Suminta anak dari Kuwu Darta, telah lama bermusuhan dan masih memperebutkan tahta kepemimpinan desa. Dalam dialog awal, pada adegan pertama tokoh Karyana:

Karyana: Drs. Karyana kudu ganti baju. Teu sudi teuing kudu sarua jeung baju si Suminta!
         Begitu pula terkena implikasinya yakni Rahmat dan Dini, dua tokoh anak muda yang sedang menjalin asmara. Bila dikata sedang pageugeut-geugeutna. Rahmat, anak lelaki dari Raden Suminta dan Dini dari Drs, Karyana, sungguh menarik, dua seteru yang berbeda yang sungguh sulit disatukan. Dalam dialog Rahmat dan Dini:


Rahmat : Iraha rek alakurna nya?
Dini : Nya engek we mun urang nikah, kang…
Rahmat: Lila keneh atuh, pan iteungna ge kuliah keneh dua taun deui…
Dini : Katambah deui ayeuna rek pemilu kuwu. Beuki angot. Itu ieu nganggap satru. Lieur Iteung mah…
Rahmat : Sarua, akang ge lieur, Nyi…

 Satru - Gk. Rumentang Siang

          Pada sisi lain tokoh Darsih istri Karyana dan Sutinah istri dari Suminta. Memperlihatkan sekali realitas keluarga saheng. Adanya tim sukses Kodar, dan Sodik. Kodar menjadi juru kampanye dan pemimpin Laskar Suminta, sementara Sodik menjadi juru kampanye Karyana.

          Ditambah pula, dalam kampanye tersebut dangdut menjadi pilihan, pada semesta saheng. Tokoh Imas Vibrator, sebagai penyanyi dangdut, membuat heboh, kedua belah pihak yang akan mencalonkan kuwu dan peristiwa acara dangdut tersebut mengejutkan yang pada akhirnya membuat seteru itu menjadi bersatu.

Identitas

           Dunia modern; cara pandang dan wawasan, menjadi titik tolak dalam naskah tersebut. Tradisi yang mulai diselaraskan dunia modern, seperti halnya pandangan tentang demokrasi. Maka dari itu, dalam Satru tersebut, suspense dan realitas imajinatif menjadi pelengkap. Dengan epilog yang sederhana, inilah indentitas kita, identitas masyarakat Sunda pasca reformasi 98, pasca kedatangan demokrasi. Saya rasa, pementasan Satru ini tidak hanya para aktor teater, sutradara, penikmat pertunjukan, tapi para politikus, para pejabat harus menonton pementasan ini. Selamat menjadi manusia Sunda!

Pungkit Wijaya - Aktifis Forum Alternatif Sastra dan Anggota Teater Awal Angkatan XXII

Sumber : http://www.suakaonline.com/2012/03/26/resensi-naskah-satru-manusia-sunda/
 

Share This